Sabtu, 06 Maret 2010

Sejarah Siahaan Nainggolan, yang ada hubungannya sama Tuan Pangorian

Dimulai dari:
Tuan Pangorian Siahaan/ br. Hombing Lbn. Toruan dari Lintong Ni Huta anaknya 3:
1.Ampanaransang
2.Sahang Na Ualu
3.Si Lamak-lamak
Ampanaransang kawin dengan boru Nainggolan Parhusip dari Nainggolan Samosir.
Pada suatu waktu karena sesuatu dan lain hal, terjadi pertikaian keluarga yang mengakibatkan terbunuhnya Ampanaransang. Pada waktu itu Raja Si Baung sudah lahir dan Raja Sohatunduhan masih dalam kandungan.
Karena kejadian itu, br. Nainggolan merasa hidupnya terancam dan merasa sudah tidak nyaman lagi tinggal di Lbn. Gorat Balige, maka Br. Nainggolan bersama Raja Si Baung meminta untuk tinggal sementara di rumah orang tuanya di Nainggolan Samosir. Mereka diterima dengan baik di Nainggolan apalagi melihat kondisi Br.Nainggolan yang lagi mengandung dan dia melahirkan Raja Sohatunduhan di Nainggolan.
Seiring berjalannya waktu, Raja Si Baung semakin dewasa dan dia kawin dengan boru tulangnya kandung (pariban kandung).
Pada suatu waktu, keturunan dari Juara Monang berjudi di Nainggolan dan hal ini diketahui oleh istri dari Ampanaransang. Istri Ampanaransang mangandung-andung didengar oleh keturunan Juara Monang. Mendengar andung-andung itu, keturunan Juara Monang pun terenyuh dan bertanya mengapa dia mangandung-andung. Maka diceritakanlah semua yang terjadi dan diterangkan pula kalau dia adalah istri Ampanaransang Siahaan anak dari Tuan Pangorian adik Juara Monang yang sudah lama tinggal di Nainggolan, tetapi tidak ada keluarga dari Lbn.Gorat yang datang menjemput mereka untuk kembali dan bahkan mereka merasa seperti sudah tidak diperdulikan lagi oleh keluarga. Setelah mendengar cerita itu, keturunan Juara Monang tersebut merasa malu dan kasihan, maka diajaknyalah istri Ampanaransang bersama Raja Sohatunduhan balik ke Lbn.Gorat. Sementara Raja Si Baung tinggal bersama istrinya di Nainggolan dan punya anak disana.
Setelah sekian lama, Raja Si Baung yang tinggal di Nainggolan minta ijin ke keluarganya untuk mengunjungi ibunya di Lbn.Gorat dengan alasan sudah rindu. Karena sulitnya sarana transportasi pada waktu itu, akhirnya dia samapai ke Dolok Martalitali di Porsea dan disana dia punya anak istri (makanya ada Siahaan Lbn.Gorat di Porsea). Kemudian dari Porsea dia berangkat menuju Ombur dan disana dia punya anak dan istri pula (makanya ada Siahaan Lbn.Gorat di Ombur dan di yakini Raja Sibaung meninggal di Ombur). Setelah lama ditinggal tanpa kabar berita, istri dan anak2 Raja Si Baung yang tingal di Nainggolan merasa ditelantarkan dan mereka selama itu diasuh oleh marga Nainggolan dan pihak Nainggolan sayang pada mereka sehingga mereka dianggap sudah seperti anak sendiri sehingga dimasukkanlah mereka dalam silsilah marga Nainggolan sebagai anak siampudan dari Parhusip.
Jadi keturunan dari Raja Si Baung yang tinggal di Nainggolan inilah yang kemudian hari menjadi Siahaan Nainggolan.
Sampai sekarang mereka sudah sangat banyak di Nainggolan, menurut keterangan sudah ada 3 desa.
Mengenai Raja Sohatunduhan, dia juga kawin dengan boru tulangnya (paribanya kandung Br.Nainggolan Parhusip dan tinggal di Lbn.Gorat), punya anak 3, yaitu:
1.Patahi
2.Op.Raja Dolok
3.Pajobur
Beberapa tahun yang lalu sudah ada upaya2 untuk memperbaiki tarombo dari Siahaan Nainggolan ini, namun karena terbentur oleh masalah finacial hal itu belum dapat terealisasikan. Mudah2an di hari2 mendatang ada orang yang mampu untuk mewujudkannya.
Demikianlah cerita sejarah Siahaan Nainggolan yang pernah aku dapatkan dari orang2 tua kita di Lbn.Gorat,

Saya dapat kisahnya dari Sdr. Patar Siahaan.
Thanx bwt kisahnya da', walaupun belum dipastikan kebenarannya. Tapi biarlah jadi pengetahuan bagi saya sebagai Siahaan Tuan Pangorian. JBU

Jumat, 05 Maret 2010

Adat Batak

Paratur ni Parhundulon
Paratur ni parhundulon berarti posisi duduk, ini adalah salah satu istilah dalam ritual adat Batak, yang kemudian dimaknakan dalam kehidupan sehari-hari. Posisi duduk dalam suatu acara adat Batak sangat penting, karena itu akan mencerminkan unsur-unsur penghormatan kepada pihak-pihak tertentu. Karena yang menulis sumber-sumber bacaan ini, termasuk saya, kesemuanya laki-laki, maka ada baiknya kita memposisikan diri sebagai pihak laki-laki, agar nantinya mudah memahami berbagai struktur partuturon yang saya dan kita semua tahu, sangat rumit. Kepada ito-ito yang mungkin akan kebingungan, cobalah membayangkan seolah ito-ito semua adalah laki-laki dalam keluarga. Di akhir bacaan nanti, diharapkan pembaca bisa memahami posisinya masing-masing, dan juga posisi orang-orang di sekeliling kita tercinta.
Dalam kehidupan orang Batak sehari-hari, kekerabatan (partuturon ) adalah kunci pelaksanaan dari falsafah hidupnya, Boraspati ( baca boraspati di artikel saya selanjutnya, ini digambarkan dengan dua ekor cecak/cicak, saling berhadapan, yang menempel di kiri-kanan Ruma Gorga/Sopo/Rumah Batak ). Kekerabatan itu pula yang menjadi semacam tonggak agung untuk mempersatukan hubungan darah, menentukan sikap kita untuk memperlakukan orang lain dengan baik ( nice attitude ).
Kita selaku orang Batak berbudaya sudah menanamkan ini sejak dulu kala, kita tentu masih ingat petuah nenek moyang kita, seperti :
- Jolo tiniptip sanggar, laho bahen huruhuruan, jolo sinungkun marga, asa binoto partuturan ‘
- Hau antaladan, parasaran ni binsusur, sai tiur do pardalanan molo sai denggan iba martutur
Ada tiga bagian kekerabatan, dinamakan ” Dalihan Na Tolu ” ( Dalihan Na Tolu juga akan saya tuliskan lengkap pada kesempatan mendatang ). Adapun isi :
1. Manat mardongan tubu = hati-hati bersikap terhadap dongan tubu
2. Elek marboru = memperlakukan semua perempuan dengan kasih
3. Somba marhulahula = menghormati pihak keluarga perempuan
Yang dimaksud dengan dongan tubu ( sabutuha ) :
1. Dongan sa-ama ni suhut = saudara kandung
2. Paidua ni suhut ( ama martinodohon ) = keturunan Bapatua/Amanguda
3. Hahaanggi ni suhut / dongan tubu ( ompu martinodohon ) = se-marga, se-kampung
4. Bagian panamboli ( panungkun ) ni suhut = kerabat jauh
5. Dongan sa-marga ni suhut = satu marga
6. Dongan sa-ina ni suhut = saudara beda ibu
7. Dongan sapadan ni marga ( pulik marga ), mis : Tambunan dengan Tampubolon ( Padan marga akan saya tuliskan juga nanti, lengkap dengan ‘Padan na buruk’ =sumpah mistis jaman dulu yang menyebabkan beberapa marga berselisih, hewan dengan marga, kutukan yang abadi, dimana hingga saat ini tetap ada tak berkesudahan )
Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan dongan sabutuha :
- Manat ma ho mardongan sabutuha, molo naeng sangap ho
- Tampulon aek do na mardongan sabutuha
- Tali papaut tali panggongan, tung taripas laut sai tinanda do rupa ni dongan
Yang dimaksud dengan boru :
1. Iboto dongan sa-ama ni suhut = ito kandung kita
2. Boru tubu ni suhut = puteri kandung kita
3. Namboru ni suhut
4. Boru ni ampuan, i ma naro sian na asing jala jinalo niampuan di huta ni iba = perempuan pendatang yang sudah diterima dengan baik di kampung kita
5. Boru na gojong = ito, puteri dari Amangtua/Amanguda ataupun Ito jauh dari pihak ompung yang se-kampung pula dengan pihak hulahula
6. Ibebere/Imbebere = keponakan perempuan
7. Boru ni dongan sa-ina dohot dongan sa-parpadanan = ito dari satu garis tarombo dan perempuan dari marga parpadanan ( sumpah ).
8. Parumaen/maen = perempuan yang dinikahi putera kita, dan juga isteri dari semua laki-laki yang memanggil kita ‘Amang’
Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan boru :
- Elek ma ho marboru, molo naeng ho sonang
- Bungkulan do boru ( sibahen pardomuan )
- Durung do boru tomburon hulahula, sipanumpahi do boru tongtong di hulahula
- Unduk marmeme anak, laos unduk do marmeme boru = kasih sayang yang sama terhadap putera dan puteri
- Tinallik landorung bontar gotana, dos do anak dohot boru nang pe pulikpulik margana
Kata-kata bijak perihal bere :
Amak do rere anak do bere, dangka do dupang ama do tulang
Hot pe jabu i sai tong do i margulanggulang, tung sian dia pe mangalap boru bere i sai hot do i boru ni tulang
Yang dimaksud dengan hulahula :
- Tunggane dohot simatua = lae kita dan mertua
- Tulang
- Bona Tulang = tulang dari persaudaraan ompung
- Bona ni ari = hulahula dari Bapak ompung kita ( rumit ). Pokoknya, semua hulahula yang posisinya sudah jauh di atas, dinamai Bona ni ari.
- Tulang rorobot = tulang dari lae/isteri kita, tulang dari nantulang kita, tulang dari ompung boru lae kita dan keturunannya. Boru dari tulang rorobot tidak bisa kita nikahi, merekalah yang disebut dengan inang bao.
- Seluruh hulahula dongan sabutuha, menjadi hulahula kita juga ( wow )
Kata-kata bijak penuntun hubungan kita dengan hulahula :
- Sigaiton lailai do na marhulahula, artinya ; sebagaimana kalau kita ingin menentukan jenis kelamin ayam (jantan/betina ), kita terlebih dulu menyingkap lailai-nya dengan ati-hati, begitupula terhadap hulahula, kita harus terlebih dulu mengetahui sifat-sifat dan tabiat mereka, supaya kita bisa berbuat hal-hal yang menyenangkan hatinya.
- Na mandanggurhon tu dolok do iba mangalehon tu hulahula, artinya ; kita akan mendapat berkat yang melimpah dari Tuhan, kalau kita berperilaku baik terhadap hulahula.
- Hulahula i do debata na tarida
- Hulahula i do mula ni mata ni ari na binsar. Artinya, bagi orang Batak, anak dan boru adalah matahari ( mata ni ari ). Kita menikahi puteri dari hulahula yang kelak akan memberi kita hamoraon, hagabeon, hasangapon, yaitu putera dan puteri (hamoraon, hagabeon, hasangapon yang hakiki bagi orang Batak bukanlah materi, tetapi keturunan,selengkapnya baca di ‘Ruma Gorga’ )
- Obuk do jambulan na nidandan baen samara, pasupasu na mardongan tangiang ni hulahula do mambahen marsundutsundut so ada mara
- Nidurung Situma laos dapot Porapora, pasupasu ni hulahula mambahen pogos gabe mamora
Nama-nama partuturon dan bagaimana kita memanggilnya ( ini versi asli, kalau ternyata dalam masa sekarang kita salah menggunakannya, segeralah perbaiki ) (sekali lagi, kita semua memposisikan diri kita sebagai laki-laki )
A. Dalam keluarga satu generasi :
(1) Amang/Among : kepada bapak kandung
(2) Amangtua : kepada abang kandung bapak kita, maupun par-abangon bapak dari dongan sabutuha, parparibanon. Namun kita bisa juga memanggil ‘Amang’ saja
(3) Amanguda : kepada adik dari bapak kita, maupun par-adekon bapak dari dongan sabutuha, parparibanon. Namun bisa juga kita cukup memanggilnya dengan sebutan “Amang’ atau ‘Uda’
(4) Haha/Angkang : kepada abang kandung kita, dan semua par-abangon baik dari amangtua, dari marga
(5) Anggi : kepada adik kandung kita, maupun seluruh putera amanguda, dan semua laki-laki yang marganya lebih muda dari marga kita dalam tarombo. Untuk perempuan yang kita cintai, kita juga bisa memanggilnya dengan sebutan ini atau bisa juga ‘Anggia’
(6) Hahadoli : atau ‘Angkangdoli’, ditujukan kepada semua laki-laki keturunan dari ompu yang tumodohon ( mem-per-adik kan ) ompung kita
(7) Anggidoli : kepada semua laki-laki yang merupakan keturunan dari ompu yang ditinodohon ( di-per-adik kan ) ompung kita, sampai kepada tujuh generasi sebelumnya. Uniknya, dalam acara ritual adat, panggilan ini bisa langsung digunakan ( tidak perlu memakai Hata Pantun atau JagarJagar ni hata : tunggu artikel berikut )
( Ompung : kepada kakek kandung kita. Sederhananya, semua orang yang kita panggil dengan sebutan ‘Amang’, maka bapak-bapak mereka adalah ‘Ompung’ kita. Ompung juga merupakan panggilan untuk datu/dukun, tabib/Namalo.
(9) Amang mangulahi : kepada bapak dari ompung kita. Kita memanggilnya ‘Amang’
(10) Ompung mangulahi: kepada ompung dari ompung kita
(11) Inang/Inong : kepada ibu kandung kita
(12) Inangtua : kepada isteri dari semua bapatua/amangtua
(13) Inanguda : kepada isteri dari semua bapauda/amanguda
(14) Angkangboru : kepada semua perempuan yang posisinya sama seperti ‘angkang’
(15) Anggiboru : kepada adik kandung. Kita memanggilnya dengan sebutan ‘Inang’
(16) Ompungboru : lihat ke atas
(17) Ompungboru mangulahi : lihat ke atas
(Note : sampai disini, kalau masih bingung, mari minum-minum kopi sambil merokok-merokok, atau minum-minum jus)
B. Dalam hubungan par-hulahula on
(a) Simatua doli : kepada bapak, bapatua, dan bapauda dari isteri kita. Kita memangilnya dengan sebutan ‘Amang’
(b) Simatua boru : kepada ibu, inangtua, dan inanguda dari isteri kita. Kita cukup memangilnya ‘Inang’
(c) Tunggane : disebut juga ‘Lae’, yakni kepada semua ito dari isteri kita
(d) Tulang na poso : kepada putera tunggane kita, dan cukup dipangil ‘Tulang’
(e) Nantulang na poso : kepada puteri tunggane kita, cukup dipanggil ‘Nantulang’
(f) Tulang : kepada ito ibu kita
(g) Nantulang : kepada isteri tulang kita
(h) Ompung bao : kepada orangtua ibu kita, cukup dipanggil ‘Ompung’
(i) Tulang rorobot : kepada tulang ibu kita dan tulang isteri mereka, juga kepada semua hulahula dari hulahula kita (amangoi…borat na i )
(j) Bonatulang/Bonahula : kepada semua hulahula dari yang kita panggil ‘Ompung’
(k) Bona ni ari : kepada hulahula dari ompung dari semua yang kita panggil ‘Amang’, dan generasi di atasnya
C. Dalam hubungan par-boru on
(1) Hela : kepada laki-laki yang menikahi puteri kita, juga kepada semua laki-laki yang menikahi puteri dari abang/adik kita. Kita memanggilnya ‘Amanghela’
(2) Lae : kepada amang, amangtua, dan amanguda dari hela kita. Juga kepada laki-laki yang menikahi ito kandung kita
(3) Ito : kepada inang, inangtua, dan inanguda dari hela kita
(4) Amangboru : kepada laki-laki ( juga abang/adik nya) yang menikahi ito bapak kita
(5) Namboru : kepada isteri amangboru kita
(6) Lae : kepada putera dari amangboru kita
(7) Ito : kepada puteri dari amangboru kita
( Lae : kepada bapak dari amangboru kita
(9) Ito : kepada ibu/inang dari amangboru kita
(10) Bere : kepada abang/adik juga ito dari hela kita
(11) Bere : kepada putera dan puteri dari ito kita
(12) Bere : kepada ito dari amangboru kita
Beberapa hal yang perlu di ingat :
- Hanya laki-laki lah yang mar-lae, mar-tunggane, mar-tulang na poso dohot nantulang na poso
- Hanya perempuan lah yang mar-eda, mar-amang na poso dohot inang na poso
- Di daerah seperti Silindung dan sekitarnya, dalam parparibanon, selalu umur yang menentukan mana sihahaan (menempati posisi haha ), mana sianggian ( menempati posisi anggi ). Tapi kalau di Toba, aturan sihahaan dan sianggian dalam parparibanon serta dongan sabutuha sama saja aturannya.
Ada lagi istilah LEBANLEBAN TUTUR, artinya pelanggaran adat yang dimaafkan. Misalnya begini : saya punya bere, perempuan, menikah dengan laki-laki, putera dari dongan sabutuha saya. Nah, seharusnya, si bere itu memanggil saya ‘Amang’ karena pernikahan itu meletakkan posisi saya menjadi mertua/simatua, dan laki-laki itu harus memanggil saya ‘Tulang rorobot’ karena perempuan yang dia nikahi adalah bere saya. Tapi tidaklah demikian halnya. Partuturon karena keturunan lebih kuat daripada partuturon apa pun, sehingga si bere harus tetap panggil saya ‘Tulang’ dan si laki-laki harus tetap memanggil saya ‘Bapatua/bapauda’.

Pak,,!!! bayanganku mengikuti bayanganmu.....


Lelaki itu ku panggil Bapak

Ia Ayahku, Ayah kandungku

Ia bukan Ayah terbaik di dunia

Tapi, Bapak adalah Ayah terbaik yang Tuhan kasi untukku

Bapak...

Apakah engkau menyadari sifatku?

Baik negatif dan positifmu ada yang turun di atasku

Bayanganku mengikuti bayanganmu

Setiap langkahku, aku mencerminkan sedikit tentangmu

Orang lain mengingat dirimu sebagian di diriku

Pak, aku anakmu

Terima kasih Tuhan atas Bapak di hidupku

Biarkan kenangan tentang Bapak terus hidup

Kenangan pahit dan manis Bapak

Di saat Bapak dan Mami bertengkar

Di saat Bapak dan Mami bercumbu mesra

Di saat Bapak memarahiku

Di saat Bapak membelaku

Di saat Bapak mengantarku ke sekolah

Di saat Bapak memberiku uang jajan

Di saat Bapak memuji nilai raporku

Di saat Bapak kecewa atas aku

Di saat kita menghabiskan waktu bersama

Di saat kita terdiam membuang waktu percuma

Di saat Bapak merawatku yang sakit

Di saat aku tak kuasa membiarkanmu terbaring lemah

Di saat detik-detik terakhir kita

Di saat terakhir kali engkau ada untukku

Di saat terakhir kali aku merawat Bapak

Di saat aku tak tahu apa-apa

Dan tiba-tiba kita harus berpisah

Dan aku merindukan ciuman Bapak

Tapi hanya aku yang bisa mencium pipinya yang kaku

Untuk terakhir kalinya

Dan untuk selamanya aku mengingat semua tentang Bapak

Dalam ingatan dan foto perpisahan

Kini ku katakan pada Tuhan

Aku titipkan Bapakku di Surga